KULONPROGO, INIDESA.ID — Sebuah pohon randu cukup besar berdiri kokoh ditengah hutan, tidak ada aktivitas apapun disekitar itu kala itu. Bersanding dengan batu, yang kerap dianggap keramat oleh orang – orang yang mempercayainya. Menurut cerita, pohon randu yang berdiameter 4 meter tersebut banyak di hinggapi koloni lebah madu. Saat pohon tersebut tumbang, lebah madu tersebut berpindah dan bersarang di bebatuan tersebut, dan hingga kini dilestarikan dan dijaga oleh masyarakat sekitar baik sebagai penopang ekonomi masyarakat dari hasil madu, serta sebagai tatanan dan warisan leluhur karena banyak mengandung filosofi Jawa dan agama.
Heri Kurniawan (38), adalah salahsatu penggiat madu lebah di Desa Hargotirto, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulonprogo, DIY. Sudah empat tahun Heri menekuni perihal maduh Lebah. Awalnya Heri memang mengelutinya dengan tujuan untuk bisnis dan komersial, Sebulan bisa menghasilkan 100 botol madu lebah dari berbagai level. Tiap level dibedakan dengan tingkat kepahitannya. Ada tujuh level dalam madu yang dihasilkan menurut Heri, semakin pahit, semakin berada pada level tingkat yang tertinggi.
Dan kadang, madu berkualitas ini menjadi incaran para konsumen yang tersebar di berbagai daerah. “Biasanya yang datang kesini mencari yang kegunaannya untuk obat” ujar Heri.
Seiring dengan perjalananpun usaha heri carut marut dan diambang kebrangkrutan. Dari situlah titik terendah Heri untuk instropeksi dan mengeveluasi bisnis madu lebahnya.
Berawal dari mimpi, Heri menerima petunjuk tentang apa yang harus dilakukan untuk bangkit dari keterpurukan. Berbagai pesan dan perintah dilakoninya sesuai isyarat, yang memang masih berpegang pada filosofi Jawa dan Islam sebagaimana kepercayaan yang Heri Ikuti. Walhasil, lambatlaun keterpurukan berangsur – angsur hilang dan cukup terbilang moncer.
Madu lebah yang tadinya untuk murni komersial, tidak lagi menjadi prioritas Heri. Karena memiliki beberapa pantangan yang tidak boleh dilakukan. Seperti menjual lebah, menjual tempat penampung madu, tidak berperilaku dan berkata kotor, dan beberapa pantangan lainnya. “Legowo, adalah syarat terberat dari semua ini, karena legowo itu artinya ‘menerima’. Tetapi setingkat lebih tinggi dari makna ikhlas” imbuh Heri, ayah beranak satu ini.
Dari bangkitnya Heri yang cukup signifikan ini, kini mendirikan perkampungan madu lebah yang dinamai ‘Kampung Tawon Randu Alas’ yang lokasinya tak jauh dari Kantor Lurah Hargotirto.
Sistem pemanen madunya pun cukup klasik dan masih tradisional. Menggunakan ‘glondongan’, yaitu potongan batang pohon kelapa berukuran 50cm, dan dibelah sebagai tempat lebah unutk memproduksi madu secara alami. Ada lebah Klanceng yang sarangnya menempel pada batu yang tidak bisa dipindahkan dari tempat lain.
Memanennya pun memerlukan ‘lelaku’ yang harus dijalankan. Misalnya, saat berada di dekat sarang dan glodokan, tidak boleh memegang alat vital kita karena lebah akan menyerang dan menyengat. Dan menyematkan daun sebagai simbol pendingin dan ketenangan yang berasal dari alam. “Memang ini terlihat semacam mitos, tapi ini benar-benar terjadi, kalo tidak percaya silahkan coba” tandas Heri.
Kini, usaha Heri mulai stabil, bukan dari komersialisasi lebah madu dan Kampung Tawon Randu Alas, melainkan menjadi sarana “Ngalap Berkah” semata dengan menjaga keberadaan dan tatanan budaya serta kelestariannya.
Heri beserta istri memilih sebagai wiraswasta untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Kalopun dari hasil madu, kini hanya tinggal 3 buah glodokan yang dihasilkan, yang semula memiliki 40 buah glodokan.
Konsep menjaga tatanan budaya yang dilakukan Heri membuat Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, datang ke Kampung Tawon Randu Alas untuk melihat langsung beberpa tahun silam.
Tukiyo, Lurah Hargotirto mengatakan cukup senang dengan munculnya Kampung Tawon Randu Alas yang dimotori Heri Kurniawan ini, dan berjanji akan dibuatkan Peraturan Kalurahan (Perkal) untuk mendukung kelestarian budaya Lebah Madu dan mendorong perekonomian warga setempat.
Cerita dari potensi desa ini, ditangkap dan dijadikan Video Pembelajaran oleh para Konten Kreator Desa setempat yang tergabung dalam Konten Kreator Akademi Desa saat melakukan produksi video dalam kegiatan Pelatihan Peningkatan Kapasitas Tingkat Dasar Produksi Video Pembelajaran yang diselenggarakan Kementerian Desa PDTT yang berlangsung 9-14 Agustus 2004, di Kecamatan Kokap, Kulonprogo.
(teks & foto-foto : Abdul Malik MSN)